Kamis, 16 November 2017

Interview With The Hidden master



Sahabat smartial arts, belum lama ini aku bertemu dan sempat mewancarai seorang guru besar dari silat tradisional betawi. Pertemuan kali ini bisa dibilang suatu keberuntungan, sebab beliau ini memang sedang dalam "undercover" dari hal yang beliau miliki.

Nama beliau adalah Taufik Abdullah atau orang orang biasa memanggilnya bang opik. Terlintas sang jawara pendiri perguruan Kembang Goyang ini adalah orang yang jenaka dengan ciri khas candaan orang betawi, namun dibalik itu semua beliau adalah master silat tradisional yang memiliki ratusan murid.

Tak patut berpanjang kata, berikut ini wawancaranya:

BO: Bang Opik
EK: Erik Karate

BO: Pada zaman dulu, latihan silat dilakukan pada tengah malam dan sembunyi sembunyi karena biar gak diketahui oleh pemerintah maksudnya penjajah ya karena akan dianggap pemberontak. Kebiasaan latihan seperti ini yaitu ngumpet ngumpet dan tengah malam kebawa sampai sekarang, hal ini yang ditakutkan kepunahan akan silat.

EK: Gak ada latihan pagi gitu bang?

BO: Gak ada, jadi kita bicara silat tradisional, figur jawara silat dia samar begitu siang gak ketahuan yang mana guru silat mana ustad, gak ada ciri khas. Dia terlihat sebagai jawara bila dibutuhkan.

EK: Kalo pandangan orang awam jawara itu identik sama yang megang tempat atau preman, gimana tanggapannya bang?

BO: Kalo dalam makna persilatan sebenernya jawara itu adalah orang yang membela kebenaran dijalan kebaikan. Dia gunakan ilmu silat sesuai syariat agama untuk melindungi orang. Kalo yang jawara sekarang yang dianggap preman, itu bukan jawara tapi centeng. Jawara istilahnya sebagai pahlawan nah centeng itu lawannya. Jawara itu dari kata juara untuk orang yang paling bagus deh seni beladirinya.

EK: Nah kembali ke awal nih, awal mula bang opik tertarik atau memulai belajar silat itu gimana?

BO: Pertama namanya anak anak suka sama film kepahlawanan kayak pitung gitu di tahun 80an, nah setelah remaja mulai prihatin sama pergaulan anak muda kayak narkoba, pergaulan bebas. Pada waktu itu mulailah menimba ilmu awalnya dari deket rumah. Cari guru silat memang susah tapi kalau sudah dapet linknya satu maka yang kedua, ketiga akan mudah karena direkomendasi sama dia (guru sebelumnya red.).

Jadi dalam dunia persilatan, betawi sebagai titik tengah jadi kalau belajar silat kalo gak ke kulon (ke barat / banten dan sekitarnya) ya ke wetan (ke timur / cirebon terus ke timur pulau jawa). Kalau di kulon lebih menonjol dengan ilmu kanuragannya sedangkan di wetan cenderung dengan keasihannya. Jaman dulu semuanya bersatu berkolaborasi, baik ngetan maupun ngulon mengakui ilmu silat betawi namun untuk daleman betawi mengakui ngetan dan ngulon. Pada masa itu bersatulah mereka seiring bersatunya perjuangan Indonesia. Jadi saling bertukar ilmu.

Menurut sejarahnya ya yang saya tahu tempatnya persinggahan para pendekar baik ngetan ngulon dan betawi itu ditempat yang sekarang museum satria mandala, disitu ada penanda tempat singgah dari pendekar wetan yang mau ke ngulon begitu sebaliknya.

Kembali ke tadi, keprihatinan saya terhadap anak muda dan masa depannya, mulailah saya mencari sosok seorang guru dekat rumah setelah selesai dan kemana mana dikomunikasikan lagi ke daerah lain baik ngetan ngulon guna melengkapi silat fisik yang dipelajari tidak ada salahnya selain mendapatkan pahala juga keberkahan dari zikir dan doa yang diamalkan.

Itulah awal awalnya, kalo dari silat betawi ada tujuh macam silat yang dipelajari dalam rentan waktu kurang lebih 12 tahun belajar. Alhamdulillah ada yang berkesan diantaranya ada non muslim yang belajar, karena kita terbuka diikuti aja maunya apa. Tapi karena budaya betawi itu sangat religius otomatis dia belajar agama islam dan akhirnya mendapat hidayah istilahnya kita mengmualafkan.

Terus ada lagi seorang mantan narapidana yang ditolak dikampungnya, kita tampung dah karena kesana kemari selalu ditolak. Disini belajar agama dan juga belajar silat. Dari yang sebelumnya berprilaku negatif berubah 180° menjadi baik. Hingga belum lama setelah itu dipanggil oleh yang maha kuasa dalam keadaan bertaubat dan khusnul khatimah.

Itulah dua hal yang paling berkesan buat saya.

EK: Untuk silat betawi, ada gak sih asal mula sejarahnya?

BO: Sejarah silat betawi pasti ada dan sifatnya itu pasti juga turun menurun. Yang perlu kita ketahui silat betawi itu sangat banyak. Karena saking luasnya yang namanya betawi kalo dulu disebut batavia, sunda kelapa termasuk depok, bogor itu disebut betawi jaman dulu. Nah tiap daerah memiliki tradisi tertentu. Pada dulu itu silat silat manapun itu terbentuk dari proses menghadapi penjajah dan melatih diri untuk membeladiri.

Seperti yang saya tau silat cingkrik, salah satu silat yang saya kuasai. Silat cingkrik itu lebih cenderung seperti menari, nah awalnya silat cingkrik itu berasal dari suami istri. Suaminya adalah seorang jawara yang memiliki seni beladiri. Nah istrinya sedang kehutan untuk mencari kayu bakar, ditengah hutan ia melihat harimau dan monyet yang sedang berkelahi. Ditengah ketakutan itu dia memerhatikan pertarungan tersebut. Pulang kerumah kesorean dirumah suaminya kesal karena sang istri tidak ada dirumah. Karena merasa jagoan sang suami main tangan, karena sang istri cerdas karena memerhatikan gerakan monyet dan harimau maka serangan sang suami ditangkisnya. Sang suami kaget akan kehebatan sang istri maka sang suami yang sudah menguasai dasar seni beladiri dikombinasikanlah dengan gerakan sang istri. Disitulah lahir bentuknya cingkrik.

Cingkrik inilah aliran silat yang saya dalami. dari perguruan saya kembang goyang cingkrik itu sebesar 60% yang 40% adalah enam aliran silat lainnya.

EK: kalau boleh tau apa saja 7 silat betawi di Kembang Goyang?

BO: pertama yang dominan itu cingkrik, yang kedua itu seliwa, ketiga kenyur, keempat serebet guting, terus Les Pukul, terus Belah Ketupat. Saya sendiri aja yang orang betawi gak hapal karena saking banyaknya silat betawi, ya memang karena luasnya area betawi dan tradisinya.

Nah kenapa bikin kembang goyang? Jadi disuatu paguyuban pencak silat itu terjadi saling membenarkan. Padahal gurunya satu guru tapi terjadi perbedaan, namun bila yang dicari adalah perbedaan maka kita tidak akan pernah bersatu. Penyebabnya kemungkinan setelah murid dari satu guru lulus lalu para murid tersebut mulai mengajarkan teknik yang sesuai dengan kondisi fisiknya masing masing dan mungkin ada beberapa gerakan yang lupa. Pada dasarnya sama namun karena proses waktu yang menyebabkan perbedaan tersebut.

Karena seringnya mengalami hal itu maka saya ciptakanlah kembang goyang ini. Kalau kita mau menyadari semua pencak silat maupun seni beladiri apapun pasti memiliki kekurangan, betul gak?

EK: betul bang

BO: semua tetap ada kelebihan dan kekurangannya, nah dalam kembang goyang ini walaupun tidak sempurna paling tidak saya mencoba menyempurnakan. Di cingkrik ada kelebihannya, di seliwa ada pula kekebihannya, dan kelebihan silat lain. Disitu dikumpulkan kelebihan kelebihannya menjadi satu sehingga dibuat kembang goyang.

Dan ini gak ada duanya om erik, karena memang saya yang bikin. Tapi tidak tau juga kalo di masa depan akan ada perubahan jika murid murid saya melakukan perubahan. Namun hal itu insha Allah gak akan terjadi, karena jaman sekarangkan udah didukung ada video dan media lainnya sehingga kembang goyang gak akan ada perubahan karena sudah ada buktinya.

EK: Mengenai bentrok antar perguruan di Indonesia nih bang opik, baik itu yang masih satu jalur aliran maupun dari aliran lain yang berbeda. Bagaimana pendapat bang opik sendiri?

BO: menurut saya memang sangat memprihatinkan. Sebenarnya moto dari indonesia adalah keanekaragaman,  jadi semakin banyak budaya kita makin kuat pula kita. Nah yang jadi masalah saat pesilat kita selalu melihat perbedaan bukan persamaan.

Untuk solusi bentrok antar pesilat, saya kira harus ada sosok atau tokoh sebagai penengah antar pihak dan mempersatukannya.

Kalo di betawi ya om, "kalau elu belum pinter ngaji dan sholatnya bener elu belum boleh belajar silat" karena semua pondasi dari ilmu silat adalah agama.

Sekarang ginih, semua ilmu silat orang itu bagus, yang bikin jelek apanya? Yang bikin jelek adalah yang bawanya.

Kalo tidak dibekali keimanan dan ketakwaan yang kuat, itulah yang akan terjadi; kesombongan, keangkuhan, dan perkelahian.

Kalau akhlaknya bagus maka dalam perbedaan perbedaan itu yang dikedepankan adalah musyawarah.

EK: kemudian bagaimana pendapat abang tentang pencak silat tradisional dan pencak silat olah raga kompetisi?

BO: kalau untuk silat tradisional bener bener untuk melindungi diri, keindahannya tercipta tanpa sengaja. Kalau, katakanlah silat nasional, itu lebih menonjolkan seninya.

Seperti yang kita tahu, yang sudah berbentuk badan nasional itu banyak teknik larangannya. Tapi kalau silat tradisional itu bener bener kalo gak gue ya elu yang mati. Karena dulu yang dihadapi itu penjajah.

Itulah yang menjadi perbedaannya kalo tradisional untuk membela diri kalau yang nasional lebih ke seninya.

EK: jadi tidak saling menghakimi salah atau benernya ya?

BO: jadi gini om, semua ilmu itu bagus. Semua ada kurang dan ada lebihnya. Tergantung yang membawanya.

EK: kemudian bagaimana tanggapannya terkait beladiri impor?

BO: menurut saya sendiri tidak menyalahkan, sah sah saja. Karena memang kita terbuka terkait kerjasama, hubungan luar negri dan segala macem. Namun tentunya ada batasan batasannya.

Kemudian kebudayaan indonesia yang kaya dan beraneka ragam yang seharusnya kita sendiri yang mengangkat dan mengembangkannya.

Memang kembali kepada masing masing individu, seberapa besar rasa nasionalismenya. Bila dibandingkan sama sama beladiri, sama sama olahraga namun di pencak silat ada rasa kebanggaan sebagai orang indonesia yang mengangkat budaya indonesia

Kalau ada budaya luar masuk ke indonesia juga silahkan toh budaya kita juga dipelajari oleh orang luar.

Masuknya budaya luar juga tidak bisa 100% menyalahkan budaya luar. Seperti yang saya bilang bahwa dulu tertutupnya silat tradisional dan pola pembelajarannya karena terkaitnya dengan penjajahan, sebab orang belajar silat dianggapnya mau melawan kompeni sehingga orang hanya melihat seni beladiri yang datang dari luar.

EK: sekarang masih susah tidak untuk mencari yang tradisional?

BO: Gampang om, sekarang sudah banyak media beda sama jaman saya dulu pertama kali belajar silat.

Mulai pada tahun 90an atau awal 2000 saya angkat yang namanya palang pintu, yang mana pada waktu itu orang betawipun jarang ada yang tau palang pintu.

Dan mulailah semua sadar untuk kembali memperkenalkan budaya kita tapi semua kembali kepada besarnya kemauan kita untuk mencari dan belajar silat tradisional.

EK: Bagaimana tanggapannya terkait orang yang belajar lewat media saja pak?

BO: boleh boleh aja, tapi yang jelas belajar langsung dibanding dengan media hasilnya akan beda.

Kalau dalam silat betawi itu gak ada istilah BISA apa enggak tapi JADI. "Elu bisa silat?" "bisa" pas diperagaain emang bisa tapi kalau yang bener ketika melihat orang peragain ia akan bilang "itu orang mainannya udah jadi"

Jadi tidak hanya bisa meragain jurus tapi setelah fight ia akan terlihat "jadinya" beda sama yang bisa aja kalu fight ia akan ngeluarin gaya coboy

Bagaimana dibilang jadinya? Yaitu dari ketekunan, terus mengamalkan karena ketika mengajarkan orang secara tidak langsung ia akan melakukan pengulangan.

EK: bagaimana pendapat abang tentang beladiri campuran atau MMA?

BO: Penggabungan sah sah aja tapi kembali lagi hasilnya akan beda om, kalau inti intinya saja tidak dari awal sampai akhir maka bisa berkelahi? Bisa, tapi berkelahi coboy. Beda sama orang yang bener memahami ia akan meresap sampai ke hati om.

EK: terakhir nih bang opik, ada gak pesan pesan untuk pecinta seni beladiri di Indonesia?

BO: pertama, cintailah budaya kita sendiri khususnya seni beladiri Indonesia.

Kedua, jangan pernah melihat perbedaan karena negara kita ini negara kesatuan yang kita lihat adalah persamaan.

Yang ketiga, dalam menempuh ilmu apapun khususnya beladiri yang cenderung istilahnya keras bahkan bisa membahayakan orang lain maka imbangilah juga dengan ibadah kita, karena ilmu yang bikin bagus adalah yang bawanya

EK: Alhamdulillah, telah selesai wawancara pada jam 21:30 tanggal 16 Agustus 2017

(Tulisan telah disesuaikan mengingat media perekaman yang tidak memadai dan diriku yang masih amatir )

Setelah wawancara atau lebih tepatnya ngobrol ngobrol santai, dilanjutkan dengan "bertemu tangan". Beruntung sekali dapat merasakan teknik pencak silat yang luar biasa berharganya.