Minggu, 18 September 2016

Hiki-Te

Sejak karate diperkenalkan ke daratan utama Jepang kemudian banyak bermunculan UKM (unit kegiatan mahasiswa) di beberapa universitas di Jepang sebagai wadah bagi mahasiswa indonesia yang berkuliah di Jepang untuk berlatih karate.

Setelah para mahasiswa tersebut lulus dan kembali ke tanah air mereka mengenalkan karate sebagai seni beladiri yang amat baru. Para sensei yang sangat berjasa tersebut mulai membuka dojo dan mengajarkan ilmu yang mereka dapat.

Sayangnya sejak karate diperkenalkan di Jepang dari daerah asalnya yaitu Okinawa, sudah terdapat degradasi teknik dan hal ini berlanjut sampai dengan di tanah air tercinta.

Yang dimaksud degradasi teknik adalah kurangnya pengetahuan bagi para praktisi karate di tanah air terhadap makna yang terkandung dalam setiap teknik atau gerakan yang ada di dalam karate, baik itu kihon, kata maupun kumite.

Yuk mari kita bahas mengenai salah satu teknik dalam karate yang mungkin bagi praktisi karate sendiri tidak mengetahui makna dari gerakkan tersebut.

Sahabat smartial arts, pernahkah anda bertanya mengapa ketika kita melakukan gerakkan memukul / chudan tsuki, terdapat tangan yang pasif yang terletak disisi pinggang anda.

Bentuk tangan tersebut digunakan pada saat kita berlatih kata, kihon waza, dan bahkan kumite.

Bila kita berkaca pada seni beladiri lain seperti tinju barat, thai boxing, maupun MMA (mix martial arts) praktisinya meletakkan tangan yang pasif di depan dada atau di bawah dagu guna mempersempit sasaran kebadan dan lebih efisien untuk serangan combo.

Namun dalam karate tangan yang pasif diletakkan pada sisi pinggang. Seperti saat berlatih waza, setelah menangkis kemudian tangan yang menangkis ditaruh disisi pinggang diikuti serangan dengan tangan yang lain.

Bila dilihat pada kaca mata awam maka seolah olah memberikan ruang yang terbuka sebagai target serangan.

Kemudian apa makna dari Hiki-te ini?

Hal tersebut dapat ditelusuri dari awal teknik tersebut yaitu pada Kata. Seperti kita ketahui bahwa setiap teknik (sekecil apapun teknik tersebut) pada kata pasti memiliki maksud dan tujuan membeladiri yang efektif.

Saya akan mencoba memvisualisasikan sebagai berikut:

Dalam memperagakan kata, kita akan membayangkan seolah olah benar terdapat serangan yang nyata yang mengarah kepada kita dan serangan tersebut diterjemahkan dengan bentuk suatu tangkisan.

Tangkisan ini tidaklah diterjemahkan hanya sebagai tangkisan namun diikuti dengan menangkap serangan, menjambak ataupun mencekik kemudian menarik lawan mendekati kita kemudian diselesaikan dengan serangan yang telak kearah lawan.

teknik Hiki-te yang memang bermakna menarik tangan ini dalam sport karate tentunya dilarang, dikarenakan sifatnya yang "kotor" dan brutal. Dan memang kita akan melakukan apa saja demi membeladiri dengan teknik yang berbahaya termasuk teknik yang dalam sport karate dinilai teknik kotor.

Namun dalam teknik asli karate dan kata, teknik hiki-te ini bukanlah satu satunya pakem yang digunakan dalam membeladiri. Terdapat pula teknik yang menggunakan kedua tangan secara simultan dalam menyerang dan bertahan, teknik tersebut dalam karate modern disebut dengan morote waza.

Ok that's it

Mungkin saja ada yang tidak sependapat dengan penjelasan diatas dan itu wajar saja. Karena inti karate adalah selalu belajar maka dengan artikel kali ini diharapkan terbukanya diskusi ilmiah sehingga meningkatnya kualitas pemahaman akan teknik karate.

The day you stop learning is the day you stop living.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar